Senin, 25 Januari 2016

Izinkan Aku Menciumu IBU

Cerita Sedih

Izinkan Aku Menciumu IBU

Cerita Sedih
Izinkan Aku Menciumu IBU

Sewaktu masih kecil, Aku sering merasa dijadikan pembantu olehnya. Ia selalu menyuruhku mengerjakan tugas-tugas seperti menyapu lantai dan mengepelnya setiap pagi dan sore. Setiap pagi aku dipasksa membantunya untuk memasak di pagi buta sebelum ayah dan adik-adiku bangun.

Bahkan sepulang sekolah dia tidak mengizinkanku untuk bermain sebelum pekerjaan rumah dibereskan. Sehabis makan, Aku pun harus mencucinya sendiri juga piring bekas masak dan piring-piring yang lain. Tidak jarang aku merasa kesal dengan semua beban yang diberikannya sehingga setiap kali mengerjakannya aku selalu bersungut-sungut.

Kini, Setelah dewasa aku mengeri kenapa dulu engkau melakukan itu semua. Karena aku juga akan menjadi seorang istri dari suamiku., Ibu dari anak-anakku yang tidak akan pernah lepas dari semua pekerjaan masa kecilku dulu. Terima kasih Ibu karena engkau aku menjadi istri yang baik dari suamiku dan Ibu yang dibanggakan oleh anak-anakku.

Saat pertama kali akau masuk sekolah di taman kanak-kanak, Ibu mengantarku hingga masuk ke dalam kelas. Dengans sabar ia menunggu, Sesekalu kulihat dari jendela kelas ia masih duduk di seberang. Aku tak peduli dengan setumpuk pekerjaan di rumah, Dengan rasa kantuk yang menderanya atau terik atau hujan. Yang penting aku senang ia menungguku sampai bel berbunyi.

Kini setelah aku besar, Aku malah sering meninggalkannya, Bermain bersama teman-teman, Berpergian tak penah aku menunggunya ketika ia sakit. Ketika ia membutuhkan pertolonganku disaat tubuhnya melemah, Saat aku menjadi dewasa aku meninggalkannya karena tuntutan rumah tangga.

Di usiaku yang menganjak remaja, Aku sering malu berjalan bersamanya. Pakaian dan dandannya yang kuanggap kuno jelas tak serasi dengan penampilanku yang trendi. Bahkan sering kali aku sengaja mendahuluinya berjalan satu-dua meter didepannnya agar orang tak menyangka aku sedang bersamanya.

Padahal menurut cerita orang, Sejak aku kecil Ibu memang tak pernah memikirkan penampilannya, Ibu tak pernah membeli pakaian baru, Apalagi perhiasan. Ia disisihkan semua untuk membelikanku pakaian yang bagus-bagus agar aku terlihat cantik, Ia juga pakaikan perhiasan di tubuhku dari sisa unag belanjan bulanannya.

Padahal aku juga tahu, Ia yang dengan penuh kesabaran, Kelembutan dan kasih sayang mengajariku berjalan. Ia mengangkat tubuhku ketika aku terjatuh, Membasuh luka di kaki dan mendekapku erat-erat saat aku menangis.

Selepas SMA ketika aku memasuki dunia baruku di perguruan tinggi. Aku semakin merasa jauh berbeda dengannya. Aku yang pintar, Cerdas dan berwawasan seringkali menggangap Ibu sebgai orang bodoh, Tak berwawasan hingga tak mengerti apa-apa. Hingga komunikasi yang berlangsung antara aku dengannya hanya sebatas permintaan uang kuliah dan segala tuntutan keperluan kampus lainnya.

Usai wisuda sarjana, Baru aku mengerti, Ibu yang kuanggap bodoh, Tak berwawasan dan tak mengerti apa-apa itu telah melahirkan anak cerdas yang mampu meraih gelar sarjananya. Meski Ibu bukan orang berpendidikan, Tapi doa disetiap sujudnya, Pengorbanan dan cintanya jauh melebihi apa yang sudah kuraih. Tampa Ibu aku tak akan pernah menjadi aku sekarang.

Pada hari pernikahanku, Ia menggandengku menuju pelaminan. Ia menunjukan bagaimana meneguhkan hati, Memantapkan langkah dan menuju dunia baru itu. Sesaat kupandang senyumnya begitu menyejukan, Jauh lebih indah dari keindahan senyum suamiku. Usai nikah, Ia langsung menciumku saat aku bersimpuh di kakinya. Saat itulah aku menyadari, Ia juga yang pertama kali memberikan kecupan hangatnya ketika aku terlahir ke dunia ini.

Kini setelah aku sibuk dengan urusan rumah tanggaku, Aku tak pernah lagi menjenguknya atau menanyakan kabarnya. Aku sangat ingin menjadi istri yang taat kepada suamiku hingga tak jarang aku membunuh kerinduanku pada Ibu.

Sungguh kini setelah aku mempunyai anak, Aku baru tahu bahwa segala kiriman uangku setiap bulan untuknya tak berarti dibanding kehadiranku untukmu. Aku akan datang dan menciummu Ibu meski tak sehangat cinta dan kasihmu kapadaku.

Ya Tuhan ampunilah aku dan kedua orangtuaku dan sayangilah mereka sebagaimana mereka menyayangi aku sewaktu aku masih kanak-kanak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar